Doktrin Piercing The Corporate Veil
Tuesday, January 21, 2020
Add Comment
PIERCING THE CORPORATE VEIL
Di dalam hukum PT, berlaku suatu konsep dimana para pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang dimilikinya. Tanggung jawab terbatas tersebut juga berlaku kepada organ perseroan lainnya, yakni pada anggota direksi maupun komisaris perseroan.
Namun, konsep tersebut tidak tanpa kecuali, karena dalam keadaan tertentu tidak tertutup kemungkinan dihapusnya tanggung jawab terbatas pada ketiga organ perseroan tersebut. Dalam hal seperti itu, pengadilan akan mengesampingkan status badan hukum dari suatu PT dan membebankan tanggung jawab kepada organ PT dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas yang biasanya melekat kepadanya. Kekebalan (immunity) yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawab terbatas, dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas hingga kekayaan pribadi mereka dalam hal terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwasanya dapat dimungkinkan untuk mengoyak/menyingkap tirai/kerudung tabir PT (to pierce the corporate veil). Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), prinsip piercing the corporate veil tersebut termaktub dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 97 ayat (3).
Black’s Law Dictionary mendefinisikan prinsip piercing the corporate veil sebagai: Judicial process whereby court disregard usual immunity of corporate officers or entities from liability for wrongful corporate activities; e.g. when incorporation exists for sole purpose or perpetrating fraud. The doctrine will holds that the corporate structure with its attendant limited liability of stockholders, officers and directors in the case of fraud or other wrongful acts done in the name of corporation. The court, however, may look beyond the corporate from only for the defeat of fraud or wrong or the remedying injutice.
Piercing the Corporate Veil Terhadap Direksi PT
Pada prinsipnya, organ Direksi dalam suatu PT mempunyai tanggungjawab yang sifatnya terbatas, namun hal tersebut juga tidak selamanya berlaku mutlak. Dalam hal direksi tidak menjalankan tugasnya mengurus perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab seperti yang dimuat dalam Pasal 97 ayat (2) jo (3) UUPT, maka pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita perseroan dapat dibebankan hingga kepada harta pribadi yang bersangkutan.
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membuat seorang direksi dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian suatu PT, yakni:
Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi
Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwasanya dalam hal persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, misalnya anggaran dasar perseroan belum disahkan atau belum diumumkan dalam berita negara, atau belum didaftarkan pada pengadilan negeri setempat, maka .seluruh anggota direksi bersama-sama semua pendiri PT serta seluruh anggota Dewan Komisaris Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.
Direksi melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan.
Direksi melanggar prinsip ultra vires.
Sebagaimana diketahui, setiap perseroan memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam pendiriannya yang dapat terlihat dalam anggaran dasarnya. Maksud dan tujuan tersebut memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan sebab keberadaan perseroan dan di pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan perseroan untuk bertindak. Perbuatan hukum perseroan menjadi tidak cakap manakala perbuatan tersebut di luar cakupan maksud dan tujuan perseroan yang disebut dengan ultra vires. Perbuatan ultra vires pada prinsipnya merupakan tindakan hukum direksi yang tidak mengikat perseroan, karena:
Tindakan yang dilakukan berada di luar maksud dan tujuan perseroan;
Tindakan yang dilakukan berada di luar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan undang-undang yang berlaku dan anggaran dasar perseroan.
Dalam hal anggota direksi melanggar prinsip ultra vires di atas, maka yang bersangkutan demi hukum bertanggung jawah secara pribadi atas kerugian yang diderita perseroan.
Direksi melanggar prinsip fiduciary duty.
Dalam hal direksi melanggar prinsip menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Perseroan (fiduciary duty), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan (2) UUPT, maka setiap anggota direksi perseroan bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya.
Prinsip fiduciary duty tersebut berlaku juga dalam hal terjadi kepailitan pada perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 104 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwasanya, apabila terjadi kepailitan karena kelalaian atau kesalahan direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
0 Response to "Doktrin Piercing The Corporate Veil "
Post a Comment