Masa Hukum bupati Solok Selatan? Gini Cara Hitung nya
Saturday, February 01, 2020
Add Comment
Blog berisi penjelasan hukum dari sejarah, teori, dan praktek dinegara Indonesia dan Internasional sampai muncul dan lahirnya hukum.
Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria akhirnya masuk penjara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Muzni, mulai Kamis pada tanggal 30 Januari 2019 lalu . Ia merupakan tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur Jembatan Ambayan dan Masjid Agung di Solok Selatan, Sumatera Barat.
Muzni bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang C-1 KPK yang terletak di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta. Ia ditahan setidaknya selama 20 hari ke depan hingga 18 Februari 2020.
Muzni Zakaria diduga menerima suap dari pemilik grup Dempo/PT Dempo Bangun Bersama (DBD) Muhammad Yamin Kahar yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Jumlah suap yang diterimanya diduga senilai Rp460 juta dalam bentuk uang maupun barang.
Diduga pemberian uang dari Yamin Kahar kepada Muzni itu telah terealisasi terkait proyek jembatan Ambayan berjumlah Rp460 juta dalam rentang waktu April-Juni 2018.
Sejumlah Rp410 juta dalam bentuk uang dan kedua Rp50 juta diterima dalam bentuk barang.
Selanjutnya pada Juni 2018, Muzni meminta agar uang diserahkan kepada pihak lain sebesar Rp25 juta diserahkan kepada Kasubag Protokol untuk THR pegawai dan Rp60 juta diserahkan kepada istri Muzni.
Sedangkan terkait dengan proyek pembangunaan Masjid Agung Solok Selatan, Yamin Kahar sudah memberikan kepada bawahan Muzni yang merupakan pejabat di Solok sejumlah Rp315 juta.
Artinya, Yamin Kahar mengeluarkan Rp775 juta untuk suap proyek-proyek di Solok Selatan. Dengan rincian, Rp460 juta diserahkan kepada Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria dan Rp315 untuk anak buah Muzni.
Dalam proses penyelidikan, Muzni telah menitipkan atau menyerahkan uang Rp440 juta kepada KPK dan sudah dijadikan salah satu bagian dari barang bukti dalam perkara ini.
Atas perbuatannya, Muzni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Yamin Kahar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Keterangan :
Pasal 11 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut
umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 5
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri
atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
Pasal 13
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
KUHP: Pasal 55
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Cuncorsus realis :
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 65 KUHP adalah mengenai pengakumulasian/penggabungan tindak pidana yang dikenal dengan nama concursus realis.
Gabungan tindak pidana ini diartikan sebagai beberapa tindak pidana yang dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dilakukan oleh hanya satu orang. Concursus bisa dianggap sebagai kebalikan dari penyertaan tindak pidana, yaitu keadaan ketika satu tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang.
Selengkapnya, Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Singkatnya, Pasal 65 KUHP mengatur mengenai gabungan beberapa tindak pidana dalam beberapa perbuatan yang berdiri sendiri.
Pasal ini tidak mengindikasikan apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sejenis atau perbuatan yang berbeda, hanya menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan diancam dengan pidana pokok yang sejenis.
Pidana pokok diatur dalam Pasal 10 (a) KUHP, yang terdiri dari:
(i). Pidana mati;
(ii). Pidana penjara;
(iii). Pidana kurungan;
(iv). Pidana denda; dan pidana tutupan
Dengan demikian, apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana yang berbeda pada waktu yang berbeda, maka tindak-tindak pidana tersebut harus ditindak secara tersendiri dan dipandang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak-tindak pidana tersebut kemudian dikumulasikan atau digabung namun jumlah maksimal hukumannya tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana terberat ditambah sepertiga.
Contoh: dalam rentang waktu 5 tahun seseorang melakukan pencurian, penganiayaan, dan pembunuhan. Pencurian diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, penganiayaan diancam dengan pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, dan pembunuhan (Pasal 338 KUHP) diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun. Ketiga tindakan tersebut apabila diakumulasikan menjadi total 22 tahun 2 bulan, namun hal ini tidak dapat serta merta diberlakukan terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pidana terberat di sini adalah pidana penjara 15 tahun yang diterapkan kepada tindak pidana pembunuhan dan sepertiga dari 15 tahun adalah 5 tahun, sehingga pidana maksimal yang dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana tersebut adalah 20 tahun meskipun secara akumulatif orang tersebut patut dipenjara selama 22 tahun 2 bulan.
0 Response to "Masa Hukum bupati Solok Selatan? Gini Cara Hitung nya"
Post a Comment